Kisah ini ditulis berdasarkan cerita pengalaman teman, Azfar Reza Muqafa, dalam mabit ikhwan Birena, 22 Maret 2014.
~∧ ∧~
Oke, bismillahirrahmanirrahim..
Kisah ini diawali pada hari Ahad sore (atau malam??), 16 Maret 2014. Sayang sekali saya lupa di mana lokasi tepatnya kisah ini terjadi, hehe.. Saat itu sang tokoh utama__sebut saja Reza__sedang menaiki angkot menuju rumahnya. Seperti biasa kemacetan melanda sepanjang Jalan Raya Darmaga sore itu. Tak jauh dari tempat angkotnya tertahan (macet), tampak segerombolan anak jalanan terlihat panik. Sesuatu yang gawat sepertinya sedang terjadi.
“Saya tahu sesuatu terjadi pada mereka. Dan mereka butuh bantuan!”
Sudah tak terhitung berapa banyak orang berlalu-lalang melewati segerombolan anak jalanan tersebut tanpa peduli. Geramlah sang tokoh utama melihat kejadian tersebut. Hatinya menjerit melihat ketidakpedulian manusia sekitar.
“Padahal mereka (anak jalanan, red.) juga manusia! Tapi mengapa ‘manusia-manusia’ tersebut tak menganggap mereka sebagai bagian dari ‘manusia’!”
Reza yang kini tak kuasa menahan geramnya segera turun menghampiri segerombol anak jalanan tersebut. Ternyata salah satu dari mereka mengalami kesurupan.
“Kak, tolong kami! Teman kami kesurupan,” pinta salah satu dari mereka.
Dilihatnya uang saku yang hanya tersisa lima belas ribu rupiah. Tapi sedikitnya uang yang ada di kantong tak membuatnya menyerah begitu saja. Segera ia menuju angkotnya dan dengan kemampuan negoisasi yang dimilikinya dia meminta angkot tersebut membawanya dan kawanan1 anak jalanan tersebut masuk kampus menuju masjid Al-Hurriyyah dengan hanya bermodalkan lima belas ribu rupiah.
~∧ ∧~
Sesampainya di Aula Al-Hurriyyah, Reza segera mencari saya (penulis blog ini). Katanya saya sedang tertidur saat itu. Seperti biasanya pula saya sangat sulit dibangunkan ketika sudah tertidur. Akhirnya Reza pun memanggil Arjun dan Agy (kalau saya tidak salah ingat). Bertiga mereka berusaha me-ruqyah anak yang kesurupan tersebut. Terjadilah beberapa dialog antara Reza dan anak-anak jalanan yang saya ingat.
“Kalian rumahnya di mana?” tanya Reza.
“Parabakti Kak,” ujar salah seorang di antara mereka.
“Jauh sekali!” seru Reza. (penulis sebenarnya kurang tahu itu téh aslinya di mana)
“Tapi kami tak menganggap itu rumah.”
“Orang tua kami tak pernah peduli pada kami,” timpal anak lainnya.
“Kalian tadi dari mana?” Reza kembali bertanya.
“Nonton konser (underground, red.) Kak.”
“Saya takut dia kesurupan gara-gara kemasukan roh orang yang saya bunuh Kak,” salah seorang tiba-tiba berujar sambil menggigil ketakutan.
“Astaghfirullah! Anak remaja macam mereka ternyata sudah pernah membunuh orang. Bahkan minum darah pun menjadi hal yang biasa dan wajar. Itulah pentingnya kita berdakwah pada remaja, anak-anak, serta orang tua!”
~∧ ∧~
Begitulah, sepenggal kisah yang sekiranya bisa kita ambil hikmahnya. Memang begitu banyak faktor mengapa seseorang bisa menjadi “anak jalanan”. Ada yang memang sudah tidak punya orang tua. Ada pula karena disuruh (dipaksa) turun ke jalanan, tapi ada juga yang sengaja turun ke jalan karena merasa tidak mendapat perhatian dan kasih sayang di rumahnya (broken home).
Lalu pedulikah kita? Apa bentuk kepedulian kita? Itu memang pertanyaan yang sangat sulit kurasa.
Saya pribadi tidak punya kemampuan “mengobati” permasalahan di atas (anak jalanan). Tapi saya masih punya kemampuan “mencegah”. Saya rasa kita semua punya kemampuan tersebut__”kemampuan mencegah”__di mana “mencegah” selalu lebih baik daripada “mengobati”. Salah satu cara termudah dan kontribusi terkecil kita adalah menjaga anggota keluarga kita. Ya, keluarga kita! Mulai dari diri sendiri, mulai dari yang terkecil, dan dimulai dari sekarang.
Saat ini saya sendiri mencoba semaksimal mungkin “mencegah” permasalahan di atas lewat sebuah lembaga bernama “Birena Al-Hurriyyah IPB”. Lembaga tersebut memang belum sampai turun ke jalan menjaring anak-anak jalanan, lalu membina mereka untuk menjadi pribadi yang lebih baik. Kami mungkin tidak sampai turun ke jalan, tapi kami berusaha sebaik mungkin menjaga anak-anak yatim, dhuafa, maupun mapan agar tidak menjadi anak jalanan serta menjadikan mereka generasi penerus bangsa yang berakhlaqul karimah dan berwawasan luas. Semoga Allah selalu memudahkan langkah kami dalam berdakwah kepada (sebagian) anak-anak dan remaja di sekitar Kampus IPB Dramaga ini, aamiin..
Nb:
Jika ingin mengetahui aktivitas kami (Birena), kalian bisa mengunjungi in syaa Allah setiap hari Ahad pagi hingga zhuhur di sekitar Al-Hurriyyah IPB kecuali pada saat-saat libur kuliah.
Kalau ingin membantu dengan menjadi donatur tetap in syaa Allah kami siap menampung sedekah saudara dan menyalurkannya. Hubungi Rahmat Hidayat di +628997548425
Jazaakallah khoiron atas segala dukungannya meskipun itu hanyalah sebuah doa.
Catatan kaki:
1 kata “kawanan” selain berarti “sekelompok manusia” biasanya lebih sering digunakan untuk mengartikan “sekelompok hewan”.
Galeri:



terharu…
SukaSuka
Terima kasih sudah berkunjung..
Iya, memang mengharukan kalau dengar langsung cerita asli dari Reza..
SukaSuka
Innalillahi wa innaailaihi roojiu’n.
SukaDisukai oleh 1 orang
Ya Allah,, #miris
SukaSuka
Terima kasih Ilmi sudah berkunjung..
Iya sama, memang miris..
#eh, follow blog ane ya Mi, hhe..
SukaSuka
pernah ngajar di birena. tapi baru tau ada kisah se-horrible ini >,< subhanalah..
SukaSuka
Terima kasih sudah berkunjung.
Wah, pernah ngajar kapan di Birena?
Alhamdulillah itu bukan kisah anak Birena, tapi kisah anak jalanan yang ada di sekitar kampus.
Semoga aja anak Birena tidak ada yang seperti itu, aamiin..
SukaSuka
Jadi teringat jaman masih kuliah dulu… 🙂
SukaSuka
Wah, ibu aktivis pengajar ketika kuliah dulu toh, hehe..
Makasih sudah berkunjung.. 😀
SukaSuka
Prihatin, Astaghfirulloh 😦
Lanjutkan pencegahan Kak
SukaSuka
Iya sama, prihatin.. 😦
In syaa Allah. Doakan kami tetap istiqomah ya, aamiin..
Terima kasih sudah berkunjung.. 😀
SukaSuka
sy hrus banyak belajar dari birena.
Semangat Membina !!
SukaSuka
Birena juga harus banyak belajar dari yang lain.
Iya, semangat membina, Allahu Akbar!!
SukaSuka
Wow. Jadi keinget masa-masa pas jadi kak Ustadz di TPA 😀
SukaDisukai oleh 1 orang
Hoho, berarti sekarang sudah gak jadi ustadz lagi ya di TPA?
SukaSuka
Udah beda pulau
SukaDisukai oleh 1 orang
Kan tinggal pindah TPAnya, hehe..
Memang dulu di mana sekarang di mana?
SukaSuka
Dulu di Tawangmangu, sekarang di Samarinda XD
SukaDisukai oleh 1 orang
Iya, makanya sekarang kudu cari atau buat TPA di Samarinda, hehe..
SukaSuka
Ada sih TPA tapi males XD
SukaSuka
😥 🙂
SukaDisukai oleh 1 orang
terharuu sekali.. lanjutkan perjuanganmu nak!!
SukaDisukai oleh 1 orang
Terima kasih Pak! 🙂
SukaSuka
Terima kasih.. 🙂
In syaa Allah perjuangannya dilanjutkan oleh generasi berikutnya (adik kelas saya)..
SukaSuka